Warna // Cahaya

Jika kita tak mengenal cahaya maka kita tak mengenal warna. Jika kita tak mengenal warna maka kita tak mengenal rupa. Warna dan cahaya menulis bidang sehingga mata mampu membacanya. Tanpa cahaya dan warna kita tak mampu mengalami ruang sebagai bidang dimensional yang memiliki volume, begitu juga yang terjadi jika kita tak memiliki mata, buta.

Ya, sepertinya saat ini aku buta. Seperti halnya selama ini ternyata aku buta.

---------

Itulah yang kupikirkan setelah membaca suratmu – yang lalu ku simpan untuk ku baca lagi kemudian karena aku masih berekspektasi bahwa anggapanku salah. Rasanya ada yang lain antara surat kali ini dengan surat-surat kemarin. Mungkin karena ada jeda, beberapa waktu sudah kita tak bertukar kabar, juga karena kita tak bertemu muka dalam waktu yang lama. Sangat lama.

Semua bisa saja terjadi, bahkan hanya dalam waktu seminggu jika aku mesti membilang rentang waktu. Seminggu bukanlah waktu yang pendek untuk sebuah peristiwa dapat berjalan dari mula hingga akhir. Dalam kemutakhiran teknologi seperti masa sekarang ini, bila dana memungkinkan, dalam seminggu kamu dapat keliling dunia. Bisa jadi seminggu terakhir kamu mengalami banyak hal yang tak ku ketahui. Aku merasa belum begitu mengenalmu. Selama ini aku sekedar memetakan watakmu dari reaksi-reaksimu dalam menanggapi sesuatu. Itupun hanya ketika aku bersamamu atau ku dapat dari ceritamu. Selebihnya aku tak tahu.

Ya, anggaplah aku gundah. Pertama, aku gundah karena (menurutku) kamu berubah. Kedua, aku gundah karena aku menganggap kamu berubah. Selebihnya aku malah berpikiran, hal apa yang kiranya sampai membuatku gundah hanya karena aku berpikiran kamu berubah? Mengapa aku harus gundah? Pertanyaan terus berputar seolah menuntut tersibaknya alasan di balik semua perubahan. Jawaban paling logis dan mampu mewakili kebenaran. Hingga akhirnya di ujung kegundahanku aku bertanya namun bukan pada diri sendiri. Aku bertanya kepadamu, "Aku gundah karena memikirkanmu, tahukah kamu?"

Kenyataannya aku gundah karena kebutaanku menutup kemungkinanku menatapmu dan memindaimu dengan jernih. Karena hanya dalam kejernihan aku mampu benar-benar berperan sebagai pribadi lain yang mampu mengerti. Sedang perubahan telah terjadi, juga anggapanmu bahwa perubahanmu ada itu tak lain karena aku, apa lagi yang mesti ku harapkan? Perubahan memang niscaya, ada sebagai bukti gulirnya waktu. Dan aku mesti menerima kenyataan bahwa ia terjadi karena memang harus terjadi.

---------

Dengan adanya mata kita merasa dapat melihat semuanya. Bagiku tidak, masing-masing dari kita adalah buta, yang kita lihat hanyalah anggapan. Karena mungkin gelap tak berwarna hitam. Bahkan mungkin hitam kita berlainan.